Grebeg Mulud Jogja
Tradisi Grebeg Maulud dimulai sejak Kerajaan Demak
Dari ketiga grebeg tersebut, Grebeg Maulud adalah yang paling meriah dan mendapat antusiasme paling tinggi dari masyarakat. Sejarah dari grebeg ini sendiri merupakan tradisi warisan pada awal mula penyebaran Islam di Jawa yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dan Raden Patah.
Awalnya, setiap tanggal 12 Maulud yang bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad, Sunan Kalijaga mengadakan tabligh akbar di Kerajaan Demak yang dihadiri oleh pihak kerajaan dan masyarakat luas. Acara tersebut berisi pertunjukan musik gamelan dan permainan wayang kulit di halaman Masjid Agung, bercerita tentang nilai-nilai keislaman. Acara ini kemudian ditutup dengan makan bersama dengan hidangan yang disediakan oleh pihak kerajaan.

Dengan cara menggabungkan syiar Islam dengan tradisi budaya setempat ini, Sunan Kalijaga berhasil menarik simpati masyarakat untuk mempelajari dan kemudian memeluk agama Islam. Tradisi ini dianggap sukses besar sehingga terus dilanjutkan ketika Kerajaan Mataram Islam terbentuk di Yogyakarta. Sultan Hamengkubuwono I yang merupakan Raja Mataram pertama mengenalkan budaya ini di Yogya.
Seiring berjalannya waktu, acara semakin meriah dan antusiasme dari masyarakat juga semakin meningkat. Maka, meskipun masyarakat Jogja sudah banyak menganut Islam tradisi ini terus dilangsungkan oleh Keraton hingga sekarang. Meskipun mengalami pergeseran dari segi fungsi dan tujuan utama, tradisi ini dianggap sebagai salah satu warisan kebudayaan yang terus dilestarikan oleh pihak keraton dan Pemprov DIY.
Pasar malam Sekaten yang paling diincar masyarakat
Tradisi Grebeg Maulud mengalami perkembangan dari segi jenis kegiatannya. Untuk menambah keramaian dan semarak Grebeg Maulud, pihak Keraton juga menyelenggarakan acara Sekaten, yakni pasar malam yang dilaksanakan menjelang Bulan Maulud selama 39 hari, atau selapan istilahnya dalam kalender Jawa. Acara sekaten dilaksanakan di Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta pada sore hingga malam hari.
Apabila anda mengunjungin sekaten, anda akan menemukan pasar malam ini beda dari yang lain. Sekaten diisi oleh berbagai jenis stand, mulai dari kuliner khas, pakaian, mainan tradisional dan berbagai oleh-oleh khas Jogja. Yang membedakan sekaten dengan pasar malam lain adalah adanya berbagai wahana bermain untuk anak-anak maupun orang dewasa seperti kora-kora, ombak banyu, kincir angin, atraksi ekstrim motor hingga rumah hantu.

Tabuhan gamelan selama 7 hari berturut-turut
Agenda dari Grebeg Maulud dimulai dengan dibunyikannya dua gamelan yang dikeramatkan oleh keraton pada tanggal 5 Maulud di Kagungan Dalem Pagongan Masjid Agung Yogyakarta. Dua gamelan itu adalah Gamelan Kanjeng Kyai Nagawilaga dan Kanjeng Kyai Guntur Madu yang secara terus menerus ditabuh selama 7 hari, kecuali ketika tiba hari Kamis hingga Jumat siang. Gamelan tersebut mengiringi tembang yang diciptakan oleh Sunan Giri dan Sunan Kalijogo.
Pada tanggal 11 Maulud Malam yang merupakan Malam Kelahiran Nabi Muhammad dilaksanakan pembacaan riwayat hidup Nabi Muhammad di serambi Masjid Agung dan dihadiri oleh sultan, petinggi keraton, abdi dalem, pejabat pemerintahan, dan masyarakat umum. Setelah acara selesai, sultan dan pihak keraton kembali masuk ke dalam keraton serta dua gamelan yang telah ditabuh selama 7 hari dikembalikan ke dalam keraton.
Lambang kemakmuran Keraton Yogyakarta dengan Gunungan
Keesokan harinya, yakni tanggal 12 Maulud merupakan puncak acara dari rangkaian grebeg ini yang diisi dengan pemberian sedekah Ngarsa Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan, berupa arak-arakan gunungan yang berisi sayuran dan buah-buahan serta aneka jajanan pasar tradisional yang ditata menyerupai bentuk gunung. Gunungan tersebut memiliki filosofi pengayoman sultan terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar. Sejak subuh, anda bisa menyaksikan sudah banyak masyarakat yang datang dari daerah sekitaran Jogja bahkan banyak yang rela menginap di halaman Masjid Agung pada malam sebelumnya.

Sekitar pukul 08.00, upacara ini dimulai dengan parade prajurit Keraton yang memakai pakaian prajurit lengkap dengan senjatanya, kemudian panji-panji keraton juga ikut diarak. Tabuhan dari alat musik prajurit ikut menambah kemeriahan parade tersebut. Bagian belakang dari parade tersebut adalah iring-iringan gunungan yang sudah dinanti-nantikan pengunjung.
Setelah gunungan diletakkan di halaman keraton, pengunjung langsung bergegas untuk berebut isi dari gunungan tersebut. Mereka percaya bahwa gunungan tersebut membawa berkah tersendiri bagi orang yang berhasil mengambil isinya.
Cara mencapai lokasi Grebeg Maulud
Untuk menuju lokasi dari acara ini sangat mudah dan cepat karena berada tepat di jantung kota Yogya tepatnya di Masjid Agung Yogyakarta. Dari Jalan Malioboro menuju ke selatan arah alun-alun utara, kemudian belok kanan dan dengan mudah akan dapat ditemukan Masjid Agung Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar